Sabtu, 12 Desember 2015

Bisnis yang sehat bisnis yang beretika


Di era globalisasi ini, pelaku bisnis sering mengabaikan bagaimana mereka menjalankan bisnis atau usahanya,apakah bisnis tersebut sudah dijalankan secara benar, secara sehat. Bisnis yang baik bukan hanya menguntungkan si pelaku bisnis,namun bisnis yang baik harus dapat menguntungkan kedua belah pihak, pelaku bisnis dan konsumen. Bisnis yang baik merupakan bisnis yang sehat. Kesehatan bisnis dapat diukur dari bagaimana pelaku bisnis menjalankan usahanya. Apakah bisnis mereka tidak merugikan konsumen, lingkungan ataupun masyarakat yang berada dalam lingkup bisnisnya. Lalu apakah mereka sudah mengikuti kaidah-kaidah etika bisnis yang berlaku?.

Etika bisnis merupakan etika yang berlaku dalam kelompok para pelaku bisnis dan semua pihak yang terkait dengan eksistensi korporasi termasuk dengan para kompetitor. Etika itu sendiri merupakan dasar moral, yaitu nilai-nilai mengenai apa yang baik dan buruk serta berhubungan dengan hak dan kewajiban moral.

Peranan etika bisnis dalam mengatur kehidupan berwirausaha saat ini sangat diperlukan mengingat banyaknya praktek – praktek kecurangan yang sering dilakukan oleh wirausaha dalam mencapai keuntungan yang semaksimal mungkin, sehingga diperlukan adanya aturan – aturan yang dapat menjadi pembatas yang dapat mengurangi berbagai macam persaingan yang tidak sehat yang kerap dilakukan oleh wirausaha yang tidak bertanggung jawab.

Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat.

Akhir-akhir ini makin banyak dibicarakan perlunya pengaturan tentang perilaku bisnis terutama menjelang mekanisme pasar bebas. Dalam mekanisme pasar bebas diberi kebebasan luas kepada pelaku bisnis untuk melakukan kegiatan dan mengembangkan diri dalam pembangunan ekonomi. Disini pula pelaku bisnis dibiarkan bersaing untuk berkembang mengikuti mekanisme pasar.

Dalam persaingan antar perusahaan terutama perusahaan besar dalam memperoleh keuntungan sering kali terjadi pelanggaran etika berbisnis, bahkan melanggar peraturan yang berlaku. Demikian pula sering terjadi perbuatan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan pihak birokrat dalam mendukung usaha bisnis pengusaha besar atau pengusaha keluarga pejabat.

Akhir-akhir ini pelanggaran etika bisnis dan persaingan tidak sehat dalam upaya penguasaan pangsa pasar terasa semakin memberatkan para pengusaha menengah kebawah yang kurang memiliki kemampuan bersaing karena perusahaan besar telah mulai merambah untuk menguasai bisnis dari hulu ke hilir. Dengan lahirnya UU No.5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat diharapkan dapat mengurangi terjadinya pelanggaran etika bisnis.

Masalah pelanggaran etika sering muncul antara lain seperti, dalam hal mendapatkan ide usaha, memperoleh modal, melaksanakan proses produksi, pemasaran produk, pembayaran pajak, pembagian keuntungan, penetapan mutu, penentuan harga, pembajakan tenaga professional, blow-up proposal proyek, penguasaan pangsa pasar dalam satu tangan, persengkokolan, mengumumkan propektis yang tidak benar, penekanan upah buruh dibawah standar, insider traiding dan sebagainya. Ketidaketisan perilaku berbisnis dapat dilihat hasilnya, apabila merusak atau merugikan pihak lain. Biasanya faktor keuntungan merupakan hal yang mendorong terjadinya perilaku tidak etis dalam berbisnis.

Dalam etika bisnis, ada beberapa prinsip yang harus dijalankan oleh sipelaku bisnis.
Prinsip dimaksud adalah :
1.      Prinsip Otonomi, yaitu kemampuan mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadaran tentang apa yang baik untuk dilakukan dan bertanggung jawab secara moral atas keputusan yang diambil.
2.      Prinsip Kejujuran, bisnis tidak akan bertahan lama apabila tidak berlandaskan kejujuran karena kejujuran merupakan kunci keberhasilan suatu bisnis (missal, kejujuran dalam pelaksanaan kontrak, kejujuran terhadap konsumen, kejujuran dalam hubungan kerja dan lain-lain).
3.      Prinsip Keadilan, bahwa tiap orang dalam berbisnis harus mendapat perlakuan yang sesuai dengan haknya masing-masing, artinya tidak ada yang boleh dirugikan haknya.
4.      Prinsip Saling Mengutungkan, agar semua pihak berusaha untuk saling menguntungkan, demikian pula untuk berbisnis yang kompetitif.
5.      Prinsip Integritas Moral, prinsip ini merupakan dasar dalam berbisnis dimana para pelaku bisnis dalam menjalankan usaha bisnis mereka harus menjaga nama baik perusahaan agar tetap dipercaya dan merupakan perusahaan terbaik.

Contoh Kasus Pelanggaran Etika Bisnis :

REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO --- Bahan kosmetik yang disita BPOM Semarang di Purwokerto, Rabu (15/5), diperkirakan mengandung obat terlarang.
Kepala BPOM Semarang, Dra Zulaimah MSi Apt, menyebutkan hasil uji laboratorium krim kecantikan yang disita dari satu satu rumah produksi di Kompleks Perumahan Permata hijau tersebut, memang masih belum selesai.

''Tapi dari daftar bahan baku yang sudah disita, kosmetik tersebut kami perkirakan mengandung berbagai jenis obat-obat keras yang peredarannya sangat kami batasi,'' kata Zualimah, saat ditelepon dari Purwokerto, Kamis (16/5).

Bahkan baku yang dipergunakan sebagai bahan baku krim tersebut, antara lain berupa Bahan Kimia Obat (BKO) seperti obat-obatan jenis antibiotik, deksametason, hingga hidrokuinon. 

''Kami belum tahu, apakah obat-obatan BKO tersebut, dimasukkan dalam krim kosmetik atau tidak, karena masih dilakukan penelitian. Namun untuk bahan kimia hidrokuinon, kami perkirakan menjadi salah satu bahan utama pembuatan kosmetik,'' jelasnya.

Di Indonesia, kata Zulaimah, bahan aktif Hidrokuinon sangat dibatasi penggunaannya. Bahan aktif tersebut, hanya diizinkan digunakan dalam kadar yang sangat sedikit, dalam bahan kosmetik pewarna rambut dan cat kuku atau kitek. Untuk pewarna rambut, maksimal kadar hidrokuinon hanya 0,3 persen sedangkan untuk cat kuku hanya 0,02 persen. ''Sedangkan untuk krim kulit, sama sekali tidak boleh digunakan,'' jelasnya.

Ia mengakui, di masa lalu zat aktif hidrokuinin ini memang banyak digunakan untuk bahan baku krim pemutih atau pencerah hulit. Namun setelah banyak kasus warga yang mengeluh terjadinya iritasi dan rasa terbakar pada kulit akibat pemakaian zat hidrokuinon dalam krim pemutih ini, maka penggunaan hidrokuinon dibatasi.

''Pemakaian jangka panjang bisa menyebabkan pigmen kulit yang terpapar zat ini menjadi mati. Bahkan, setelah sel pigmen mati, kulit bisa berubah menjadi biru kehitam-hitaman,'' ujarnya menjelaskan.

Sementara mengenai adanya obat antibiotik dan deksametason yang ikut disita, Zulaimah menyebutkan masih belum tahu penggunaan obat ini. Obat-obatan tersebut, mestinya merupakan obat oral atau yang dikonsumsi dengan cara minum. Selain itu, penggunaannya juga dibatasi karena merupakan golongan obat keras.

Petugas BPOM sebelumnya menyita ribuan kemasan krim pemutih kulit di salah satu rumah di perumahan Permata Hijau yang merupakan komplek perumahan elite di Kota Purwokerto. Di rumah yang diduga menjadi rumah tempat pembuatan krim kosmetik, petugas dari BPOM juga menemukan berbagai bahan baku pembuatan krim.

Penggerebekan rumah produksi krim kecantikan itu, dilakukan karena rumah produksi tersebut belum memiliki izin produksi dari BPOM. Sementara penggunaan bahan baku kosmetik harus mendapat pengawasan ketat, karena penggunaan bahan baku yang tidak semestinya bisa membahayakan konsumen.

Penggerebekan dilakukan, setelah petugas BPOM mendapat banyak keluhan dari konsumen yang mengaku kulitnya terasa terbakar dan mengalami iritasi setelah menggunakan krim yang dibeli dari salon kecantikan. Setelah dilakukan pengusutan, ternyata krim tersebut diperoleh dari rumah produksi di Purwokerto.

Zulaimah menyebutkan, krim pemutih hasil produksi warga Purwokerto ini, dijual ke klinik klinik dan salon kecantikan di seluruh wilayah Tanah Air. "Dari hasil catatan transaksi yang kita peroleh, krim pemutih itu banyak dijual di Semarang, Banyumas, Bali, Jabodetabek dan terbesar di Jabar hingga Bandung,'' jelasnya.

Ia menyebutkan, pemilik rumah produksi yang berinisial S, sudah dalam pengawasan petugas BPOM. ''Mulai besok akan kami periksa. Bukan tidak mungkin nantinya akan ada tersangkalain dalam kasus ini,'' jelasnya. Ditambahkannya, pelanggaran dalam bidang POM, sesuai UU No 35 tahun 2009 bisa dikenai sanksi pidana maksimal 15 tahun atau denda Rp 1,5 miliar.

Tanggapan saya :

1.       Jenis Pelanggaran

Ada beberapa kesalahan yang dilakukan oleh rumah produksi krim kecantikan diatas. Hal pertama adalah kesalahan yang sudah melanggar Prinsip Etika bisnis yaitu prinsip kejujuran, prinsip keadilan dan prinsip tidak berbuat jahat dan berbuat baik. Tiap orang dalam berbisnis harus mendapat perlakuan yang sesuai dengan haknya masing-masing, artinya tidak ada yang boleh dirugikan haknya dan juga harus sejalan dengan prinsip saling menguntungkan, yaitu agar semua pihak berusaha untuk saling menguntungkan, demikian pula untuk berbisnis yang kompetitif. Rumah produksi ini sudah jelas melanggar prinsip keadilan dan prinsip saling menguntungkan. Demi meraup untung akan bisnisnya mereka mengabaikan hak-hak konsumen. Yaitu dengan menggunakan bahan-bahan yang berbahaya pada produk krim yang mereka produksi serta produk yang tidak dilengkapi izin produksi BPPOM. Sebagai rumah produksi tentu  mereka diuntungkan dengan penjualan krim kulit mereka, namun untuk konsumen yang membeli produknya tidak ada yang bisa menjamin mereka tidak akan dirugikan dengan pemakaian krim kulit tersebut, terlebih jika rumah produksi terbukti menggunakan bahan aktif Hidrokuinon yang sangat berbahaya.

        Jika memang terbukti menggunakan bahan-bahan berbahaya untuk krim kulitnya seperti Hidrokuinon,maka rumah produksi akan kehilangan kepercayaan dari konsumen akan produknya, hal ini sejalan dengan Prinsip Integritas Moral, prinsip yang merupakan dasar dalam berbisnis dimana para pelaku bisnis dalam menjalankan usaha bisnis mereka harus menjaga nama baik perusahaan agar tetap dipercaya dan merupakan perusahaan terbaik.

2. Kesimpulan & Saran Penulis

Menurut pendapat saya, rumah produksi krim kulit di atas sudah mengabaikan etika bisnis yang merupakan landasan dalam menjalankan suatu bisnis. Mereka mengabaikan semua prinsip dasar etika bisnis. Demi meraup keuntungan mereka mengabaikan hak-hak yang seharusnya didapatkan konsumen. Mereka menjual produk yang membahayakan konsumen, produk-produk yang memiliki kandungan berbahaya didalamnya dan juga produk tanpa izin BPPOM.

Jika kita menjalankan bisnis, jangan hanya semata memikirkan keuntungan sepihak saja. Bisnis yang baik harus menguntungkan si penjual dan pembeli. Etika bisnis berperan memberikan kepercayaan kepada pihak yang berkepentingan dan juga pihak masyarakat. Jika etika bisnis yang bermoral ditanamkan, maka bisnis tersebut akan berhasil jika mengindahkan prinsip-prinsip etika bisnis. Jadi, betapa pentingnya penegakan etika bisnis itu sendiri didalam menegakkan iklim persaingan usaha sehat yang kondusif.


Referensi         :
Bartens, K. (2000). Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta, Penerbit Kanisius.
Keraf, A.,Sonny ,(1998). Etika Bisnis dan Relevansinya. Yogyakarta, Penerbit Kanisius.