Minggu, 30 November 2014

Tulisan 3 : Opini Mengenai 3 Kartu Sakti Jokowi: Kartu Indonesia Sehat/Pintar/Keluarga Sejahtera



Senin 3 November 2013 Presiden Jokowi meluncurkan tiga kartu sakti di Kantor Pos Besar jalan lapangan Banteng Jakpus. Tiga kartu sakti andalan presiden tersebut yaitu
1.     Kartu Indonesia Sehat (KIS)
2.     Kartu Indonesia Pintar (KIP)
3.     Kartu Keluarga Sehat (KKS).

1.     Kartu Indonesia Sehat (KIS)

Tujuan; bantuan bidang kesehatan. Sasaran;88,1 juta jiwa warga miskin. Kategori Penerima; keluarga miskin dan rentan miskin, penyandang masalah kesejahteraan sosial (PKKS), bayi baru lahir,serta anggota JKN, pemegang nantinya mendapatkan edukasi pencegahan penyakit. KIS adalah program, BPJS kesehatan sebagai badan pelaksanaan program. Nilai Bantuan; premi BPJS Rp.19.225/orang. Sumber Dana; anggaran Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tahun ini, Rp. 20 trilliun. Fungsi; sebagai kartu asuransi. Kartu Askes, Jamksemas, Kartu JKN-BPJS Kesehatan, KJS, dan e-ID tetap berlaku. Penanggung Jawab; Menkes Nila F Moeloek. Kendala; permasalahan yang kemungkinan timbul adalah keterbatasan tenaga dan ruangan medis di rumah sakit. Berbagai keterbatasan pelayanan itu akan diselesaikan seiring dengan pelaksanaan program. Pada awal program pasti ada masalah, tetapi diharapkan bisa diatasi secara bertahap, yang terpenting, tahap awal, masyarakat mudah mengakses pelayanan kesehatan.

2.     Kartu Indonesia Pintar (KIP)

Tujuan; bantuan bidang pendidikan. Kategori Penerima/Sasaran; 24 juta anak miskin penerima BSM dan anak putus sekolah. Tahap Pertama; untuk 18 provinsi dengan jumlah sasaran 152.434 anak/siswa. Mekanisme Pencairan; cair tiap tri wulan. Pencairan dilakukan di bank atau outlet yang ditunjuk oleh Bank Mandiri. Nilai Bantuan; untuk SD Rp. 240rb/tahun, untuk SMP Rp. 750rb/tahun, untuk SMA Rp. 1juta/tahun. Penyaluran; langsung lewat keluarga, tidak lewat sekolah, sehingga bisa langsung menjangkau ke sasaran anak putus sekolah. Penanggung Jawab; Mendikbud Anis Baswedan. Program KIP merupakan pengganti Bantuan Siswa Miskin (BSM). Perbedannya terletak pada sasaran dari program ini adalah semua anak Indonesia usia sekolah 7-18 tahun dari keluarga kurang mampu dan rentan miskin. Semua tanpa kecuali, baik yang sudah terdaftar di sekolah maupun belum. Hal itu yang membedakan KIP dengan BSM yang hanya diberikan ketika anak bersekolah. Perubahan sasaran diharapkan bisa memancing anak-anak putus sekolah untuk kembali mengenyam pendidikan, baik di sekolah formal maupun informal.

3.     Kartu Keluarga Sejahtera (KKS)

Tujuan; bantuan bagi keluarga kurang mampu. Sasaran; tahap pertama untuk 1,289 juta masayarakat miskin. Kategori Penerima;rumah tangga miskin dan dan menayandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS), meliputi gelandangan, penghuni panti asuhan, panti jompo, dan panti-panti sosial lainnya. Sumber Dana; Rp. 6,44 trilliun dari Bantuan Sosial Kementerian Sosial. Setiap keluarga mendapatkan bantuan Rp. 200rb/bulan. Penyaluran; lewat program simpanan keluarga sejahtera (PSKS). Pertama, dalam bentuk Giropos bagi 14,5 juta kepala keluarga melalu PT. Pos (persero). Kedua, lewat Mandiri e-Cash sebanyak 1 juta keluarga. Penerima juga menapatkan kartu HP.Masa Pendairan; untuk dana program simpanan keluarga sejahtera (PSKS) per November 2014. Untuk pencarian via Giropos sesuai jadwal Satgas PSKS Pos Indonesia. Untuk pencairan Mandiri e-Cash, penerima menukar KPS dengan KKS, Sim Card (kartu HP), dan KIP di tempat yang sudah ditentukan yakni melalui kantor Pos Bayar. Kepada petugas pencocokan, penerima juga harus menunjukkan KKS, Kartu HP dan Kartu Identitas asli.Penanggunng Jawab; Mensos Khofifah Indar Prawansa. (diolah dari sumber smcetak)

    Peluncurannya yang tebilang cukup cepat mengudang banyak pro kontra. Mereka yang menyepakati program ini alasannya sederhana saja–kira-kira seperti program 3 kartu ini langsung menyentuh masyarakat, khususnya masyarakat bawah, dengan target program yang kasat sekali; meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan memenuhi tiga kebutuhan dasar manusia: kesehatan, pendidikan, dan stabilitas keuangan domestik atau keluarga.

          Secara umum, permasalahan yang akan muncul di lapangan adalah terkait sasaran atau kategori penerima yang nanti bisa terjadi kerancuan. Sumber data base dari manakah yang akan digunakan oleh masing-masing kementerian untuk menentukan siapa yang layak dan siapa yang tidak. Jangan sampai seperti program BLT pdaa era presiden SBY yang banyak menuai polemik karena banyak ketidaksesuaian siapa yang berhak dan tidak berhak menerima BLT terulang di program 3 Kartu sakti ini.

Dapat kita bandingkan program ini tidak sekadar copy-paste dari program sejenis yang telah ada, atau bahasa sinisnya hanya “program ganti nama”. Dari sisi sasaran program dan karakternya jelas mirip, namun sama sekali tidak sama–tanpa ada perbedaan sedikit pun.

Berikut detail dan penyempurnaannya :

ü  Kartu Indonesia Sehat (KIS): Dalam APBN 2014 pemerintah membantu iuran (PBI) BPJS Kesehatan untuk masyarakat tidak mampu agar memperoleh jaminan kesehatan, JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) dengan bukti kepesertaan berupa kartu (Kartu JKN). Melalui program ini, 86, 4 juta penduduk terakomodir. KIS digagas untuk menyempurnakan program sebelumnya (JKN) yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan, diantaranya: kategori sasaran program lebih luas, menjangkau gelandangan, masyarakat di panti sosial, dan bayi yg baru lahir. Dari sisi manfaatnya pun mengalami upgrading¸ tidak hanya untuk pelayanan pengobatan saja (reaktif) tetapi juga pelayanan kesehatan yang lebih holistik, meliputi: promotif, preventif, dan rehabilitasi.

ü  Kartu Indonesia Pintar (KIP): Dalam APBN 2014 terdapat program BSM (bantuan siswa miskin) untuk 11,1 juta siswa dengan anggaran kurang lebih Rp 6 Triliun. BSM diberikan hanya kepada anak yg bersekolah di tingkat SD, SMP, dan SMA. Di sini KIP menyempurnakan program BSM. Miaslnya dari sisi penerima manfaat atau bantuan. Dalam KIP, bantuan tidak hanya diberikan pada siswa SD, SMP, SMA saja (formal), namun bantuan diberikan juga kepada anak usia sekolah (keluarga tidak mampu) baik yg bersekolah maupun yang tidak bersekolah (sebagai motivasi kepada orang tua untuk memasukan anaknya ke fasilitas pendidikan). Dan tidak hanya terbatas pada siswa sekolah formal saja, tetapi sekolah non formal pun, siswanya yang dianggap layak, berhak menikmati bantuan ini. Yang terpenting adalah anak usia sekolah.

ü  Kartu Keluarga Sejahtera (KKS): Program sebelumnya adalah KPS (Kartu Perlindungan Sosial) yang saat ini telah didistribusikan kepada 15,5 juta rumah tangga dalam klaster tidak mampu. Program KPS digunakan untuk menerima program Bantuan Langsung Sementar Masyarakat (BLSM) yang merupakan respon pemerintah dalam konteks upaya perlindungan sosial saat kenaikan harga BBM. Jika BLSM berbentuk bantuan tunai lansung, sementara KKS (Kartu Keluarga Sejahtera) diperluas manfaatnya yaitu sebagai rekening yang dapat digunakan tidak hanya untuk penyaluran dana pengalihan kenaikan BBM saja tetapi juga untuk penyaluran bantuan sosial lain sepertt bantuan pupuk, subsidi solar utk nelayan,dan berbagai bantuan sosial lainnya. Program jangka pendek Pemerintahan Jokowi-JK akan membagikan KKS kepada 15,5 juta rumah tangga tidak mampu sebesar Rp 200.000/bulan selama 2 bulan. Pembagian dana tersebut dilakukan dengan dua cara, yaitu 14,5 juta keluarga melalui giro pos dan 1 juta keluarga menggunakan sim card yang berfungsi sebagai rekening (E-money).



Semua program selalu diiringi dengan pro dan kontra. Semua program yang dibuat tidak lepas dari kelebihan dan kekurangan. Kita sebagai masyarakat patut menghargai dan mengapresiasi program-program pemerintah yang ditujukan untuk kesejahteraan rakyat. 

Tugas 9 : Berbagai Jenjang Kelas Sosial Sebagai Faktor yang Menentukan & Pengaruhnya Terhadap Perilaku Konsumen


Pengertian Kelas Sosial dan Status Sosial

ü  Pengertian Status Sosial
Status sosial adalah sekumpulan hak dan kewajian yang dimiliki seseorang dalam masyarakatnya (menurut Ralph Linton). Orang yang memiliki status sosial yang tinggi akan ditempatkan lebih tinggi dalam struktur masyarakat dibandingkan dengan orang yang status sosialnya rendah.

ü  Pengertian Kelas Sosial
Kelas sosial didefinisikan sebagai suatu strata ( lapisan ) orang-orang yang berkedudukan sama dalam kontinum ( rangkaian kesatuan ) status sosial. Definisi ini memberitahukan bahwa dalam masyarakat terdapat orang-orang yang secara sendidi-sendidi atau bersama-sama memiliki kedudukan social yang kurang lebih sama. Mereka yang memiliki kedudukan kurang lebih sama akan berada pada suatu lapisan yang kurang lebih sama pula

*      KELAS SOSIAL

Pada dasarnya semua masyarakat memiliki strata sosial di dalamnya. Strata sosial tersebut terkadang berbentuk kasta sebagaimana masyarakat Hindu di mana individu dibesarkan dengan peran tertentu dan mereka tidak dapat mengubah kasta mereka. Namun strata sosial lebih sering ditemukan dalam bentuk kelas sosial. Kelas sosial adalah pembagian masyarakat yang relatif homogen dan permanen, yang tersusun secara hierarkis dengan anggota yang menganut nilai-nilai, minat, dan perilaku yang sama.

Kelas sosial tidak hanya diukur berdasarkan penghasilan tetapi juga indikator lain, seperti pekerjaan, pendidikan, dan tempat tinggal. Mereka yang berasal dari kelas sosial yang berbeda akan memiliki cara berbusana yang berbeda termasuk juga cara berbicara dan preferensi rekreasi yang berbeda pula.

Kelas sosial memiliki beberapa ciri. Pertama, orang-orang yang berada pada kelas sosial yang sama cenderung bertingkah laku sama daripada orang-orang dari dua kelas sosial yang berbeda. Kedua, mereka yang menjadi anggota suatu kelas sosial akan memiliki perasaan inferior atau superior di kelas sosial mereka masing-masing. Artinya orang yang berada di kelas sosial yang lebih tinggi merasa diri mereka lebih baik (superior) dibandingkan orang dari kelas yang lebih rendah. Ketiga, kelas sosial seseorang lebih ditandai oleh sekumpulan variabel seperti: pekerjaan, penghasilan, kesejahteraan, pendidikan, dan pandangan terhadap suatu nilai. Keempat, individu dapat pindah dari satu kelas sosial ke kelas sosial lain ke atas dan ke bawah sepanjang hidup mereka. Luasnya mobilitas itu tergantung pada tingkat fleksibilitas stratifikasi sosial dalam suatu masyarakat.

Kelas sosial menunjukkan preferensi produk dan merek yang berbeda dalam banyak hal, termasuk pakaian, perabot rumah tangga, kegiatan dalam waktu luang, dan sebagainya. Beberapa pemasar memusatkan usaha mereka pada satu kelas sosial. Kelas sosial berbeda dalam hal preferensi media, konsumen kelas atas menyukai majalah dan buku sementara konsumen kelas bawah menyukai televisi. Bahkan dalam media seperti televisi, konsumen kelas atas lebih menyukai program berita atau film, sedangkan konsumen kelas bawah lebih menyukai sinetron atau infotainment. Juga terdapat perbedaan bahasa di antara kelas sosial. Pengiklan harus menyusun naskah dan dialog yang akrab dengan kelas sosial yang dituju.

*      FAKTOR SOSIAL

Selain faktor budaya, perilaku seorang konsumen dipengaruhi' oleh faktor-faktor sosial seperti kelompok acuan, keluarga, serta peran dan status sosial. 

Kelompok Acuan. Kelompok acuan seseorang terdiri dari semua kelompok yang memiliki pengaruh langsung (tatap muka) atau tidak langsung terhadap sikap atau perilaku individu. Kelompok yang memiliki pengaruh langsung terhadap individu dinamakan kelompok keanggotaan. Beberapa kelompok keanggotaan adalah kelompok primer, seperti keluarga, teman, tetangga, dan rekan kerja yang berinteraksi dengan seseorang secara terus-menerus dan informal. Orang juga menjadi anggota kelompok sekunder seperti kelompok keagamaan, profesional dan asosiasi perdagangan, yang cenderung lebih formal dengan interaksi yang tidak begitu rutin. 

Orang sangat dipengaruhi oleh kelompok acuan mereka sekurang-kurangnya melalui tiga jalur. Kelompok acuan menghadapkan seorang individu pada perilaku dan gaga hidup baru. Kelompok acuan juga mempengaruhi perilaku dan konsep pribadi seseorang. Kelompok acuan menciptakan tekanan kepada individu anggota kelompok untuk mengikuti kebiasaan kelompok yang mempengaruhi pula pilihan produk dan merek individu bersangkutan. 

Orang juga dipengaruhi oleh kelompok di luar kelompok mereka. Kelompok yang ingin dimasuki seseorang dinamakan kelompok aspirasional, sedangkan kelompok yang nilai atau perilakunya ditolak seseorang dinamakan kelompok disosiatif. Pemasar berusaha mengidentifikasi kelompok acuan pelanggan mereka. Namun tingkat pengaruh kelompok acuan terhadap produk dan merek adalah berbeda-beda. Kelompok acuan mempunyai pengaruh yang kuat atas pilihan produk tertentu, seperti mobil, televisi, furniture, pakaian, bir, dan rokok.

Perusahaan manufaktur yang produk dan mereknya sangat dipengaruhi oleh pengaruh kelompok harus menentukan cara menjangkau dan mempengaruhi para pemimpin opini pada kelompok acuan. Pemimpin opini (opinion leader) adalah orang yang langsung berhubungan dengan produk; ia memberikan saran atau informasi tentang produk atau jenis produk tertentu, seperti: merek apa yang terbaik atau bagaimana manfaat produk tertentu. Pemimpin opini ditemukan di dalam semua strata masyarakat dan seseorang dapat menjadi pemimpin opini dalam produk tertentu dan menjadi pengikut dalam produk lainnya. Pemasar berusaha menjangkau pemimpin opini dengan mengidentifikasi ciri-ciri demografis dan psikografis yang berkaitan dengan pemimpin opini, mengidentifikasi media yang dibaca pemimpin opini, dan mengarahkan pesan iklan kepada pemimpin opini.

Remaja di kota besar, misalnya Jakarta, biasanya menjadi pemimpin opini dalam mode berpakaian. Cara mereka berbusana selanjutnya menyebar kepada kaum muda utama di kota-kota lainnya. Produsen pakaian dapat memantau gaya dan perilaku pemimpin opini ini agar dapat menarik pasar kaum muda yang berubah-ubah. 

Keluarga merupakan organisasi pembelian paling penting dalam masyarakat yang telah menjadi objek penelitian yang luas. Bagi seorang individu, keluarga adalah kelompok acuan primer paling berpengaruh. Dari orang tua, seseorang biasanya mendapatkan orientasi mengenai agama, ambisi pribadi, harga diri, dan cinta. Bahkan jika seseorang tidak lagi berinteraksi secara mendalam dengan keluarganya, pengaruh keluarga terhadap perilakunya biasanya masih tetap signifikan. 

Keterlibatan suami istri biasanya berbeda-beda bergantung pada jenis produknya. Istri biasanya bertindak sebagai agen pembelian utama keluarga, terutama untuk makanan, berbagai barang yang kecil nilainya, dan pakaian sehari-hari. Dalam hal produk dan jasa yang mahal seperti membeli rumah atau mobil, istri dan suami terlibat dalam pengambilan keputusan. Pemasar perlu menentukan anggota mana yang biasanya memiliki pengaruh yang lebih besar dalam memilih bermacam-macam produk. Sering kali, hal itu merupakan masalah siapa yang lebih berkuasa atau lebih ahli. 

Dengan adanya kemajuan pesat wanita di tempat kerja, khususnya dalam pekerjaan-pekerjaan non-tradisional, pola pembelian rumah tangga tradisional perlahan-lahan berubah. Pergeseran nilai sosial menyangkut pembagian kerja rumah tangga telah juga memperlemah konsepsi baku seperti "wanita membeli semua barang rumah tangga." Riset terbaru menunjukkan bahwa walaupun pola pembelian tradisional masih bertahan, suami istri modern lebih berkeinginan untuk berbelanja secara patungan untuk produk-produk yang secara tradisional dianggap berada di bawah kontrol terpisah dari pihak suami atau isteri. Oleh karena itu, para pemasar barang kebutuhan sehari-hari membuat kesalahan jika mereka berpikir bahwa wanita merupakan pembeli utama atau satu-satunya produk mereka. Sama halnya, para pemasar produk-produk yang secara tradisional dibeli pria mungkin mulai perlu berpikir tentang wanita sebagai pembeli. Pergeseran pola pembelian yang lain adalah kenaikan jumlah uang yang dikeluarkan dan pengaruh yang dimiliki oleh anak-anak dan remaja. Sekarang ini merupakan era di mana anak-anak tidak hanya dilihat dan didengar tetapi juga dilayani. 

Peran dan Status. Seseorang berpartisipasi ke dalam banyak kelompok sepanjang hidupnya keluarga, klub, organisasi, dan sebagainya. Kedudukan orang itu di masing-masing kelompok dapat ditentukan berdasarkan peran dan status. Peran meliputi kegiatan yang diharapkan akan dilakukan oleh seseorang. Masing-masing peran menghasilkan status. Hakim Mahkamah Agung memiliki status yang lebih tinggi daripada manajer penjualan, dan manajer penjualan memiliki status yang lebih tinggi daripada pegawai kantor. Orang-orang memilih produk yang dapat mengomunikasikan peran dan status mereka di masyarakat. Oleh karena itu, direktur utama perusahaan sering mengendarai Mercedes, memakai pakaian yang mahal, dan minum-minuman beralkohol Chivas Regal. Pemasar menyadari potensi simbol status dari produk dan merek.

*      Faktor Penentu Kelas sosial

Apakah yang menyebabkan seseorang tergolong ke dalam suatu kelas sosial tertentu? Jawaban terhadap pertanyaan tersebut sangat beragam, karena strata sosial dalam masyarakat dapat terjadi dengan sendirinya sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat itu sendiri atau terjadi dengan sengaja disusun untuk mengejar tujuan­-tujuan atau kepentingan-kepentingan bersama. Secara ideal semua manusia pada dasarnya sederajat. Namun secara realitas, disadari ataupun tidak ada orang-orang yang dipandang tinggi kedudukannya dan ada pula yang dipandang rendah kedudukannya. Dalam istilah sosiologi kedudukan seseorang dalam masyarakat disebut status atau kedudukan sosial (posisi seseorang dalam suatu pola hubungan sosial yang tertentu). Status merupakan unsur utama pembentukan strata sosial, karena status mengandung aspek struktural dan aspek fungsional. Aspek struktural adalah aspek yang menunjukkan adanya kedudukan - tinggi dan rendah dalam hubungan antar status. Aspek fungsional, yaitu aspek yang menunjukkan adanya hak-hak dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh penyandang status.

Talcott Persons, menyebutkan ada lima menentukan tinggi rendahnya status seseorang, yaitu:
1. Kriteria kelahiran (ras, kebangsawanan, jenis keCamin,
2. Kualitas atau mutu pribadi (umur, kearifan atau kebijaksanaan)
3. Prestasi (kesuksesan usaha, pangkat,
4. Pemilikan atau kekayaan (kekayaan harta benda)

Otoritas (kekuasaan dan wewenang: kemampuan-untuk menguasai/ mempengaruhi orang lain sehingga orang itu mau bertindak sesuai dengan yang diinginkan tanpa perlawanan).

Faktor Penentu Kelas Sosial

Beberapa indikator lain yang berpengaruh terhadap pembentukan kelas sosial, yaitu:
a.      Kekayaan

Untuk memahami peran uang dalam menentukan strata sosiai/kelas sosial, kita harus menyadari bahwa pada dasamya kelas sosial merupakan suatu cara hidup. Artinya bahwa pada kelas-kelas sosial tertentu, memiliki cara hidup atau pola hidup tertentu pula, dan untuk menopang cara hidup tersebut diperlukan biaya dalam hal ini uang memiliki peran untuk menopang cara hidup kelas sosial tertentu.

Dalam kelas sosial atas tentunya diperlukan banyak sekali uang untuk dapat hidup menurut tata cara kelas sosial tersebut. Namun demikian, jumlah uang sebanyak apa pun tidak menjamin segera mendapatkan status kelas sosial atas. "Orang Kaya Baru" (OKB) mungkin mempunyai banyak uang, tetapi mereka tidak otomatis memiliki atau mencerminkan cara hidup orang kelas sosial atas. OKB yang tidak dilahirkan dan disosiaiisasikan dalam sub-kultur kelas sosial atas, maka dapat dipastikan bahwa sekali-sekali ia akan melakukan kekeliruan, dan kekeliruan itu akan menyingkap sikap kemampuannya yang asli. Untuk memasuki suatu status baru, maka dituntut untuk memiliki sikap, perasaan, dan reaksi yang merupakan kebiasaan orang status yang akan dituju, dan hal ini diperlukan waktu yang tidak singkat.

Uang juga memiliki makna halus lainnya. Penghasilan yang diperoleh dari pekerjaan profesional lebih memiliki prestise daripada penghasilan yang berujud upah dari pekerjaan kasar. Uang yang diperoleh dari pekerjaan halal lebih memiliki prestise daripada uang hasil perjudian atau korupsi. 

Dengan demikian, sumber dan jenis penghasilan seseorang memberi gambaran tentang latar belakang keluarga dan kemungkinan cara hidupnya.

Jadi, uang memang merupakan determinan kelas sosiai yang penting; hal tersebut sebagian disebabkan oleh perannya dalam memberikan gambaran tentang latar belakang keluarga dan cara hidup seseorang.

b.Pekerjaan

Dengan semakin beragamnya pekerjaan yang terspesialisasi kedalam jenis-jenis pekerjaan tertentu, kita secara sadar atau tidak bahwa beberapa jenis pekerjaan tertentu lebih terhormat daripada jenis pekerjaan lainnya. Hal ini dapat kita lihat pada masyarakat Cina klasik, dimana mereka lebih menghormati ilmuwan dan memandang rendah serdadu; Sedangkan orang-orang Nazi Jerman bersikap sebaliknya.

Mengapa suatu jenis pekerjaan harus memiliki prestise yang lebih tinggi daripada jenis pekerjaan lainnya. Hal ini merupakan masalah yang sudah lama menarik perhatian para ahli ilmu sosial. Jenis-jenis pekerjaan yang berprestise tinggi pada umumnya memberi penghasilan yang lebih tinggi; meskipun demikian terdapat banyak pengecualian (?). Jenis-jenis pekerjaan yang berprestise tinggi pada umumnya memerlukan pendidikan tinggi, meskipun korelasinya masih jauh dari sempuma. 

Demikian halnya pentingnya peran suatu jenis pekerjaan bukanlah kriteria yang memuaskan sebagai faktor determinan strata sosial, Karena bagaimana mungkin kita bisa mengatakan bahwa pekerjaan seorang petani atau polisi kurang berharga bagi masyarakat daripada pekerjaan seorang penasihat hukum atau ahli ekonomi ? Sebenarnya, pemungut sampah yang jenjang prestisenya rendah itulah yang mungkin merupakan pekerja yang memiliki peran penting dari semua pekerja dalam peradaban kota! Pekerjaan merupakan aspek strata sosial yang penting, karena begitu banyak segi kehidupan lainnya yang berkaitan dengan pekerjaan. Apabila kita mengetahui jenis pekerjaan seseorang, maka kita bisa menduga tinggi rendahnya pendidikan, standar hidup, pertemanannya, jam kerja, dan kebiasaan sehari-hari keluarga orang tersebut. Kita bahkan bisa menduga selera bacaan, selera rekreasi, standar moral, dan bahkan orientasi keagamaannya. Dengan kata lain, setiap jenis pekerjaan merupakan bagian dari cara hidup yang sangat berbeda dengan jenis pekerjaan lainnya.

Keseluruhan cara hidup seseoranglah yang pada akhimya menentukan pada strata sosial mana orang itu digolongkan. Pekerjaan merupakan salah satu indikator terbaik untuk mengetahui cara hidup seseorang. Oleh karena itu, pekerjaan-pun merupakan indikator terbaik untuk mengetahui strata sosial seseorang.

b.      Pendidikan

Kelas sosial dan pendidikan saling mempengaruhi sekurang-­kurangnya dalam dua hal. Pertama, pendidikan yang tinggi memerlukan uang dan motivasi. Kedua, jenis dan tinggi rendahnya pendidikan mempengaruhi jenjang kelas sosia. Pendidikan tidak hanya sekedar memberikan ketrampilan kerja, tetapi juga melahirkan perubahan mental, selera, minat, tujuan, etiket, cara berbicara - perubahan dalam keseluruhan cara hidup seseorang.

Dalam beberapa hal, pendidikan malah lebih penting daripada pekerjaan. De Fronzo (1973) menemukan bahwa dalam segi sikap pribadi dan perilaku sosial para pekerja kasar sangat berbeda dengan para karyawan kantor. Namun demikian, perbedaan itu sebagian besar tidak tampak bilamana tingkat pendidikan mereka sebanding.

Pengukuran Kelas Sosial

1) Aristoteles membagi masyarakat secara ekonomi menjadi kelas atau golongan:
o   Golongan sangat kaya
o   Golongan kaya
o   Golongan miskin

Aristoteles menggambarkan ketiga kelas tersebut seperti piramida:
Ket :
ü  Golongan pertama : merupakan kelompok terkecil dalam masyarakat. Mereka terdiri dari pengusaha, tuan tanah dan bangsawan.
ü  Golongan kedua : merupakan golongan yang cukup banyak terdapat di dalam masyarakat. Mereka terdiri dari para pedagang, dsbnya.
ü  Golongan ketiga : merupakan golongan terbanyak dalam masyarakat. Mereka kebanyakan rakyat biasa.


c.       Berdasarkan Golongan

2) Karl Marx juga membagi masyarakat menjadi tiga golongan, yakni:
a. Golongan kapitalis atau borjuis : adalah mereka yang menguasai tanah dan alat produksi.
b. Golongan menengah : terdiri dari para pegawai pemerintah.
c. Golongan proletar : adalah mereka yang tidak memiliki tanah dan alat produksi. Termasuk didalamnya adalah kaum buruh atau pekerja pabrik.
Menurut Karl Marx golongan menengah cenderung dimasukkan ke golongan kapatalis karena dalam kenyataannya golongan ini adalah pembela setia kaum kapitalis. Dengan demikian, dalam kenyataannya hanya terdapat dua golongan masyarakat, yakni golongan kapitalis atau borjuis dan golongan proletar.

Apakah kelas sosial berubah?

Kelas sosial akan pasti berubah, sama halnya seperti roda kehidupan yang selalu berputar. Kadang seseorang berada dalam status sosial yang tinggi atau berada saat mapan atau di hormati, tetapi terkadang lambat laun akan berada di posisi bawah, yaitu ketika mereka tidak lagi berjaya, kaya, atau di hormati seperti sebelum – sebelumnya. Ketika kelas sosial berubah perubahan itu juga akan mempengaruhi perilaku dan selera konsumen terhadap suatu barang. Misalnya seorang yang biasa mengkonsumsi nasi dari beras yang mempunyai kualitas yang rendah, tetapi apabila ia menjadi kaya atau memperoleh rezeki yang berlebih maka ia akan merubah beras yang di konsumsi dari yang berkualitas rendah ke kualitas yang lebih tinggi. Dan ini juga bisa mempengaruhi berbagai permintaan produksi suatu barang maupun jasa.

Pemasaran pada segmen pasar berdasarkan kelas sosial

Pemasaran pada segmen pasar berdasarkan kelas sosial berbeda – beda sesuai dengan kelas sosial yang ingin di tuju. Bisa dilihat apabila ingin memasarkan suatu produk yang mempunyai kelas sosial yang tinggi biasanya menggunakan iklan yang premium atau bisa di bilang lebih eksklusif karena dapat diketahui bahwa orang – orang yang berada di kelas sosial atau memiliki status sosial yang tertinggi, mereka lebih memilih produk yang higienis, terbaru, bermerk, dan kualitas yang sangat bagus. Berbeda apabila pemasaran dilakukan untuk orang – orang yang berada pada kelas sosial terendah. Penggunaan iklan pun kurang di gencarkan dan biasanya malah lebih menggunakan promosi yang lebih kuat, karena kelas sosial yang rendah lebih banyak mementingkan sebuah kuantitas suatu produk dengan harga yang murah. Jadi berbeda sekali pemasaran yang dilakukan apabila melihat dari posisi kelas sosial yang ada.





Referensi
Perilaku pembeli – learningsite.gunadarma.ac.id 
http://tika44.blogspot.com/2013/01/pengaruh-kelas-sosial-dan-status-pada.html

http://liyapoet.wordpress.com/2014/01/24/perilaku-konsumen-bab-xi-xiv/

Senin, 24 November 2014

Tugas 8 :Pengaruh Kebudayaan Terhadap Brand, Program Komunikasi dan Ideologi Konsumen

1.       Pengertian Kebudayaan
Kebudayaaan dalam bahasa inggris disebut culture. Kata tersebut sebenarnya berasal dari bahasa latin = colere yang berarti pemeliharaan,pengolahan tanah menjadi tanah pertanian.dalam arti kiasan kata itu diberi arti “pembentukan dan pemurnian jiwa”.sedangkan kata budaya berasal dari bahasa sansekerta yaitu kata buddayah. Kata buddayah berasal dari kata budhi atau akal. Manusia memiliki unsure-unsur potensi budaya yaitu pikiran(cipta),rasa dan kehendak(karsa). Hasil dari ketiga potensi budaya itulah yang disebut kebudayaan. Dengan kata lain kebudayaan adalah hasil cipta,rasa dan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat, segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri.Kebudayaan merupakan sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, Kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai social, norma social, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, regius dan yang lain nya yang di dalamnya teknadung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hokum, adat istiadat dan kemampuan-kemampuan lainyang didapat seseorang sebagai anggota masyaakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

   2.       Dimanakah seseorang menemukan nilai-nilai  yang dianutnya?
Individu tidak lahir dengan membawa nilai-nilai (values). Nilai-nilai ini diperoleh dan berkembang melalui informasi, lingkungan keluarga, serta budaya sepanjang perjalanan hidupnya. Mereka belajar dari keseharian dan menentukan tentang nilai-nilai mana yang benar dan mana yang salah. Untuk memahami perbedaan nilai-nilai kehidupan ini sangat tergantung pada situasi dan kondisi dimana mereka tumbuh dan berkembang. Nilai-nilai tersebut diambil dengan berbagai cara antara lain:

(1) Model atau contoh, dimana individu belajar tentang nilai-nilai yang baik atau buruk melalui observasi perilaku keluarga, sahabat, teman sejawat dan masyarakat lingkungannya dimana dia bergaul;

(2) Moralitas, diperoleh dari keluarga, ajaran agama, sekolah, dan institusi tempatnya bekerja dan memberikan ruang dan waktu atau kesempatan kepada individu untuk mempertimbangkan nilai-nilai yang berbeda.
(3) Sesuka hati adalah proses dimana adaptasi nilai-nilai ini kurang terarah dan sangat tergantung kepada nilai-nilai yang ada di dalam diri seseorang dan memilih serta mengembangkan sistem nilai-nilai tersebut menurut kemauan mereka sendiri. Hal ini lebih sering disebabkan karena kurangnya pendekatan, atau tidak adanya bimbingan atau pembinaan sehingga dapat menimbulkan kebingungan, dan konflik internal bagi individu tersebut.

(4) Penghargaan dan Sanksi : Perlakuan yang biasa diterima seperti: mendapatkan penghargaan bila menunjukkan perilaku yang baik, dan sebaliknya akan mendapat sanksi atau hukuman bila menunjukkan perilaku yang tidak baik.

(5) Tanggung jawab untuk memilih : adanya dorongan internal untuk menggali nilai-nilai tertentu dan mempertimbangkan konsekuensinya untuk diadaptasi. Disamping itu, adanya dukungan dan bimbingan dari seseorang yang akan menyempurnakan perkembangan sistem nilai dirinya sendiri.

   3.       Pengaruh kebudayaan terhadap perilaku konsumen
perilaku konsumen menurut Loudon dan Della Bitta (1993) adalah proses pengambilan keputusan dan kegiatan fisik individu-individu yang semuanya ini melibatkan individu dalam menilai, mendapatkan, menggunakan, atau mengabaikan barang-barang dan jasa-jasa.

Menurut Ebert dan Griffin (1995) consumer behavior dijelaskan sebagai upaya konsumen untuk membuat keputusan tentang suatu produk yang dibeli dan dikonsumsi.

   4.       Struktur Konsumsi
Secara matematis struktur konsumsi yaitu menjelaskan bagaimana harga beragam sebagai hasil dari keseimbangan antara ketersediaan produk pada tiap harga (penawaran) dengan kebijakan distribusi dan keinginan dari mereka dengan kekuatan pembelian pada tiap harga (permintaan). Grafik ini memperlihatkan sebuah pergeseran ke kanan dalam permintaan dari D1 ke D2 bersama dengan peningkatan harga dan jumlah yang diperlukan untuk mencapai sebuah titik keseimbangan (equibilirium) dalam kurva penawaran (S).

   5.       Dampak nilai-nilai inti terhadap pemasar

 Keinginan
Bentuk kebutuhan manusia yang dihasilkan oleh budaza dan kepribadian individual dinamakan keinginan. Keinginan digambarkan dalam bentuk obyek yang akan memuaskan kebutuhan mereka atau keinginan adalah hasrat akan penawar kebutuhan yang spesifik. Masyarakat yang semakin berkembang, keinginannya juga semakin luas, tetapi ada keterbatasan dana, waktu, tenaga dan ruang, sehingga dibutuhkan perusahaan yang bisa memuaskan keinginan sekaligus memenuhi kebutuhan manusia dengan menenbus keterbatasan tersebut, paling tidak meminimalisasi keterbatasan sumber daya. Contoh : manusia butuh makan, tetapi keinginan untuk memuaskan lapar tersebut terhgantung dari budayanya dan lingkungan tumbuhnya. Orang Yogya akan memenuhi kebutuhan makannya dengan gudeg, orang Jepang akan memuaskan keinginannya dengan makanan sukayaki dll.

 Kebutuhan
Konsep dasar yang melandasi pemasaran adalah kebutuhan manusia. Kebutuhan manusia adalah pernyataan dari rasa kahilangan, dan manusia mempunyai banyak kebutuhan yang kompleks. Kebutuhan manusia yang kompleks tersebut karena ukan hanya fisik (makanan, pakaian, perumahan dll), tetapi juga rasa aman, aktualisasi diri, sosialisasi, penghargaan, kepemilikan. Semua kebutuhan berasal dari masyarakat konsumen, bila tidak puas consumen akan mencari produk atau jasa yang dapat memuaskan kebutuhan tersebut.

Permintaan
Dengan keinginan dan kebutuhan serta keterbatasan sumber daya tersebut, akhirnya manusia menciptakan permintaan akan produk atau jasa dengan manfaat yang paling memuaskan. Sehingga muncullah istilah permintaan, yaitu keinginan menusia akan produk spesifik yang didukung oleh kemampuan dan ketersediaan untuk membelinya.
atas perilaku yang tepat.

   6.       Perubahan nilai
Budaya juga perlu mengalami perubahan nilai. Ada beberapa aspek dari perlunya perluasan perubahan budaya yaitu :
1. Budaya merupakan konsep yang meliputi banyak hal atau luas. Hal tersebut termasuk segala sesuatu dari pengaruh proses pemikiran individu dan perilakunya. Ketika budaya tidak menentukan sifat dasar dari frekuensi pada dorongan biologis seperti lapar, hal tersebut berpengaruh jika waktu dan cara dari dorongan ini akan memberi kepuasan.
2. Budaya adalah hal yang diperoleh. Namun tidak memaksudkan mewarisi respon dan kecenderungan. Bagaimanapun juga, bermula dari perilaku manusia tersebut.
3. Kerumitan dari masyarakat modern yang merupakan kebenaran budaya yang jarang memberikan ketentuan yang terperinci

   7.       Perubahan institusi
 Nilai budaya memberikan dampak yang lebih pada perilaku konsumen dimana dalam hal ini dimasukkan kedalam kategori-kategori umum yaitu berupa orientasi nilai-nilai lainnya yaitu merefleksi gambaran masyarakat dari hubungan yang tepat antara individu dan kelompok dalam masyarakat. Hubungan ini mempunyai pengaruh yang utama dalam praktek pemasaran. Sebagai contoh, jika masyarakat menilai aktifitas kolektif, konsumen akan melihat kearah lain pada pedoman dalam keputusan pembelanjaan dan tidak akan merespon keuntungan pada seruan promosi untuk “menjadi seorang individual”. Dan begitu juga pada budaya yang individualistik. Sifat dasar dari nilai yang terkait ini termasuk individual/kolektif, kaum muda/tua, meluas/batas keluarga, maskulin/feminim, persaingan/kerjasama, dan perbedaan/keseragaman.


Sumber :



Sabtu, 15 November 2014

Tugas 7 : Bagaimana Mempengaruhi Sikap &Perilaku Konsumen Mengubah Keputusan untuk Membeli

Keputusan konsumen dalam pembelian ditentukan oleh tingkah laku konsumen dan faktor-faktor yang mempengaruhi konsumen tersebut. Semakin kompleks keputusan yang harus diambil biasanya semakin banyak pertimbangannya untuk membeli. Menurut (Kotler,2000:160): adapun jenis-jenis tingkah laku membeli konsumen berdasarkan pada derajat keterlibatan dan tingkat perbedaan antara merek, yaitu:

a. Tingkah laku membeli yang kompleks
Tingkah laku membeli konsumen dalam situasi yang bercirikan keterlibatan tinggi konsumen dalam pembelian dan perbedaan besar yang dirasakan diantara merek. Pembeli ini akan melewati proses pembelajaran, pertama mengembangkan keyakinan mengenai produk, kemudian sikap, dan selanjutnya membuat pilihan membeli yang dipikirkan masak-masak. Pemasar dari produk yang banyak melibatkan peserta harus memahami tingkah laku pengumpulan informasi dan evaluasi dari konsumen yang amat terlibat. Mereka perlu membantu pembeli belajar mengenai atribut kelas produk dan kepentingan relatif masing-masing, dan mengenai apa yang ditawarkan merk tertentu, mungkin dengan menguraikan panjang lebar keunggulan mereka lewat media cetak.

b. Tingkah laku membeli yang mengurangi ketidakcocokan
Tingkah laku membeli konsumen dalam situasi yang bercirikan keterlibatan konsumen yang tinggi tetapi sedikit perbedaan yang dirasakan diantara merek. Tingkah laku membeli yang mengurangi ketidakcocokan terjadi ketika konsumen amat terlibat dalam pembelian barang yang mahal, jarang dibeli dan beresiko tetapi melihat sedikit perbedaan diantara merek.

c. Tingkah laku membeli yang merupakan kebiasaan
Tingkah laku membeli yang menjadi kebiasaan terjadi di bawah kondisi keterlibatan konsumen yang rendah dan perbedaan merek yang dirasakan besar. Konsumen tampaknya mempunyai keterlibatan yang rendah dengan kebanyakan produk yang mempunyai harga murah dan sering dibeli. Dalam hal ini, tingkah laku konsumen tidak diteruskan lewat urutan keyakinan – sikap – tingkah laku yang biasa. Konsumen tidak mencari informasi secara ekstensif mengenai merek mana yang akan dibeli. Sebaliknya, mereka secara pasif menerima informasi ketika menonton televisi atau membaca majalah. Pengulangan iklan menciptakan pengenalan akan merek bukan keyakinan pada merek. Konsumen tidak membentuk sikap yang kuat terhadap suatu merek; mereka memilih merek karena sudah dikenal. Karena keterlibatan mereka dengan produk tidak tinggi, konsumen mungkin tidak mengevaluasi pilihan bahkan setelah membeli. Jadi, proses membeli melibatkan keyakinan merek yang terbentuk oleh pembelajaran pasif, diikuti dengan tingkah laku membeli, yang mungkin diikuti atau tidak dengan evaluasi. Karena pembeli tidak memberikan komitmen yang kuat pada suatu merek, pemasar produk yang kurang terlibat pada beberapa perbedaan merek seringkali menggunakan harga dan promosi penjualan untuk merangsang konsumen agar mau mencoba produk.

d. Tingkah laku membeli yang mencari variasi
Konsumen menjalani tingkah laku membeli yang mencari variasi dalam situasi yang ditandai oleh keterlibatan konsumen rendah, tetapi perbedaan merk dianggap berarti.
Dalam kategori produk seperti ini, strategi pemasaran mungkin berbeda untuk merk yang menjadi pemimpin pasar dan untuk merk yang kurang ternama. Perusahaan akan mendorong pencarian variasi dengan menawarkan harga rendah, penawaran khusus, kupon, sampel gratis, dan iklan yang menunjukkan alasan untuk mencoba sesuatu yang baru.

Proses Keputusan Membeli Menurut (Kotler, 2000:204) tahap-tahap yang dilewati
pembeli untuk mencapai keputusan membeli melewati lima tahap, yaitu:
a.       Pengenalan masalah
Proses membeli dimulai dengan pengenalan masalah dimana pembeli mengenali adanya masalah atau kebutuhan. Pembeli merasakan perbedaan antara keadaan nyata dan keadaan yang diinginkan.

b.      Pencarian informasi
Seorang konsumen yang sudah terkait mungkin mencari lebih banyak informasi tetapi mungkin juga tidak. Bila dorongan konsumen kuat dan produk yang dapat memuaskan ada dalam jangkauan, konsumen kemungkinan akan membelinya. Bila tidak, konsumen dapat menyimpan kebutuhan dalam ingatan atau melakukan pencarian informasi yang berhubungan dengan kebutuhan tersebut. Pengaruh relatif dari sumber informasi ini bervariasi menurutproduk dan pembeli. Pada umumnya, konsumen menerima sebagian besar informasi mengenai suatu produk dari sumber komersial, yang dikendalikan oleh pemasar. Akan tetapi, sumber paling efektif cenderung sumber pribadi. Sumber pribadi tampaknya bahkan lebih penting dalam mempengaruhi pembelian jasa. Sumber komersial biasanya memberitahu pembeli, tetapi sumber pribadi membenarkan atau mengevaluasi produk bagi pembeli. Misalnya, dokter pada umumnya belajar mengenai obat baru cari sumber komersial, tetapi bertanya kepada dokter lain untuk informasi yang evaluatif.

c.        Evaluasi alternatif
    Tahap dari proses keputusan membeli, yaitu ketika konsumen menggunakan informasi untuk mengevaluasi merk alternatif dalam perangkat pilihan. Konsep dasar tertentu membantu menjelaskan proses evaluasi konsumen. Pertama, kita menganggap bahwa setiap konsumen melihat produk sebagai kumpulan atribut produk. Kedua, konsumen akan memberikan tingkat arti penting berbeda terhadap atribut berbeda menurut kebutuhan dan keinginan unik masing-masing. Ketiga, konsumen mungkin akan mengembangkan satu himpunan keyakinan merek mengenai dimana posisi setiap merek pada setiap atribut. Keempat, harapan kepuasan produk total konsumen akan bervariasi pada tingkat atribut yang berbeda. Kelima, konsumen sampai pada sikap terhadap merek berbeda lewat beberapa prosedur evaluasi. Ada konsumen yang menggunakan lebih dari satu prosedur evaluasi, tergantung pada konsumen dan keputusan pembelian.
    Bagaimana konsumen mengevaluasi alternatif barang yang akan dibeli tergantung pada masing-masing individu dan situasi membeli spesifik. Dalam beberapa keadaan, konsumen menggunakan perhitungan dengan cermat dan pemikiran logis. Pada waktu lain, konsumen yang sama hanya sedikit mengevaluasi atau tidak sama sekali; mereka membeli berdasarkan dorongan sesaat atau tergantung pada intuisi. Kadang-kadang konsumen mengambil keputusan membeli sendiri; kadang-kadang mereka bertanya pada teman, petunjuk bagi konsumen, atau wiraniaga untuk memberi saran pembelian.Pemasar harus mempelajari pembeli untuk mengetahui bagaimana sebenarnya mereka mengevaluasi alternatif merek. Bila mereka mengetahui proses evaluasi apa yang sedang terjadi, pemasar dapat membuat langkah-langkah untuk mempengaruhi keputusan membeli

d.      Keputusan membeli
Dalam tahap evaluasi, konsumen membuat peringkat merek dan membentuk niat untuk membeli. Pada umumnya, keputusan membeli konsumen adalah membeli merek yang paling disukai, tetapi dua faktor dapat muncul antara niat untuk membeli dan keputusan untuk membeli. Faktor pertama adalah sikap orang lain, yaitu pendapat dari orang lain mengenai harga, merek yang akan dipilih konsumen. Faktor kedua adalah faktor situasi yang tidak diharapkan, harga yang diharapkan dan manfaat produk yang diharapkan. Akan tetapi peristiwa-peristiwa yang tak diharapkan bisa menambah niat pembelian.

e.       Tingkah laku pasca pembelian

Tahap dari proses keputusan pembeli, yaitu konsumen mengambil tindakan lebih lanjut setelah membeli berdasarkan pada rasa puas atau tidak puas. Yang menentukan pembeli merasa puas atau tidak puas dengan suatu pembelian terletak pada hubungan antara harapan konsumen dengan prestasi yang diterima dari produk. Bila produk tidak memenuhi harapan, konsumen merasa tidak puas, bila memenuhi harapan konsumen merasa puas, bila melebihi harapan konsumen akan merasa puas. Konsumen mendasarkan harapan mereka pada informasi yang mereka terima dari penjual, teman dan sumber-sumber yang lain. Bila penjual melebih-lebihkan prestasi produknya, harapan konsumen tidak akan terpenuhi dan hasilnya ketidakpuasan. Semakin besar antara kesenjangan antara harapan dan prestasi, semakin besar ketidakpuasan kosumen. Hal ini menunjukkan bahwa pembeli harus membuat pernyataan yang jujur mengenai prestasi produknya sehingga pembeli akan puas.